Jumat, 24 Mei 2013

NILAI - NILAI KEARIFAN LOKAL DALAM MEWUJUDKAN KETRAMPILAN SOSIAL SISWA

NILAI – NILAI KEARIFAN LOKAL DALAM MEWUJUDKAN KETRAMPILAN SOSIAL SISWA Apa Itu Kearifan Lokal ? Akhir – akhir ini kita sering mendengar dua buah kata yaitu kearifan lokal atau dalam bahasa asing disebut Local Wisdhom. Kearifan lokal berasal dari 2 kata yaitu kearifan ( whisdhom ) dan lokal ( local ). Secara umum maka local wisdom ( kearifan setempat ) dapat dipahami sebagai gagasan – gagasan setempat yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus menerus dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal tapi nilai yang terkandung di dalamnya dianggap sangat universal ( http://filsafat.ugm.ac.id ) . Sedangkan Menurut Putu Oka Ngakan dalam Andi M. Akhmar dan Syarifudin (2007) kearifan lokal merupakan tata nilai atau perilaku hidup masyarakat lokal dalam berinteraksi dengan lingkungan tempatnya hidup secara arif. Maka dari itu kearifan lokal tidaklah sama pada tempat dan waktu yang berbeda dan suku yang berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh tantangan alam dan kebutuhan hidupnya berbeda-beda, sehingga pengalamannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memunculkan berbagai sistem pengetahuan baik yang berhubungan dengan lingkungan maupun sosial. Kearifan lokal merupakan warisan nenek moyang kita dalam tata nilai kehidupan yang menyatu dalam bentuk religi, budaya dan adat istiadat. Dalam perkembangannya masyarakat melakukan adaptasi terhadap lingkungannya dengan mengembangkan suatu kearifan yang berwujud pengetahuan atau ide, peralatan, dipadu dengan norma adat, nilai budaya, aktivitas mengelola lingkungan guna mencukupi kebutuhan hidupnya. Keanekaragaman pola-pola adaptasi terhadap lingkungan hidup yang ada dalam masyarakat Indonesia yang diwariskan secara turun temurun menjadi pedoman dalam memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungannya yang diketahui sebagai kearifan lokal suatu masyarakat, dan melalui kearifan lokal ini masyarakat mampu bertahan menghadapi berbagai krisis yang menimpanya. Maka dari itu kearifan lokal penting untuk dikaji dan dilestarikan dalam suatu masyarakat guna menjaga keseimbangan dengan lingkungannya dan sekaligus dapat melestarikan lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Bertahannya kearifan lokal di suatu tempat tidak terlepas dari pengaruh berbagai faktor yang akan mempengaruhi perilaku manusia terhadap lingkungannya. Keberadaan kearifan lokal ini bukan tanpa fungsi. Kearifan lokal sangat banyak fungsinya. Seperti yang dituliskan Sartini ( 2006 ) bahwa fungsi kearifan lokal antaralain konservasi dan pelestarian sumber daya alam, pengembangan sumber daya manusia, pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan, sebagai petuah, kepercayaan, sastra, dan pantanga, bermakna sosial misalnya upacara integrasi komunal / kerabat, bermakna sosial misalnya pada upacara daur pertanian, bermakna etika dan moral Adanya gaya hidup yang konsumtif, berbagai masalah sosial seperti kenakalan remaja, korupsi, dan berbagai tindakan kriminal lainnya di masyarakat merupakan tanda bahwa anak didik tidak mempunyai kecerdasan maupun ketrampilan sosial dalam menghadapi dunia sosialnya. Untuk menghindari hal tersebut maka norma-norma yang sudah berlaku di suatu masyarakat yang sifatnya turun menurun dan berhubungan erat dengan kelestarian lingkungannya perlu dilestarikan yaitu kearifan lokal. Selain agama tentunya yang utama dalam menangkal semua itu. Permendagri Nomor 39 Tahun 2007 pasal 1 mendefinisikan budaya daerah sebagai suatu sistem nilai yang dianut oleh komunitas/ kelompok masyarakat tertentu di daerah, yang diyakini akan dapat memenuhi harapan-harapan warga masyarakatnya dan di dalamnya terdapat nilai-nilai, sikap tatacara masyarakat yang diyakini dapat memenuhi kehidupan warga masyarakatnya (Dirjen Kesbangpol Depdagri, 2007: 5). Sudah selayaknya dalam dunia pendidikan mencoba menggali kembali nilai-nilai budaya kita, agar tidak hilang ditelan perkembangan jaman untuk diwariskan kepada anak didik kita, sejak usia dini. Nilai – nilai kearifan lokal budaya dan norma Jawa tetap dianggap sebagai pemandu perilaku yang menentukan keberadaban, seperti kebajikan, kesantunan, kejujuran, tenggang rasa, dan tepa salira. Seiring dengan kemajuan zaman yang semakin mengglobal, sekolah tidak hanya melaksanakan transformasi budaya kepada generasi muda namun juga membantu dalam menentukan cara hidup, nilai-nilai serta kemampuan dan keterampilan yang harus ditempuh dan diperoleh anak didiknya. Dengan kata lain sekolah membantu anak didik dalam menentukan perubahan kehidupan ke arah yang lebih baik. Sekolah sebagai lembaga pendidikan berfungsi sebagai wahana sosialisasi, membantu anak-anak dalam mempelajari cara-cara hidup dimana mereka dilahirkan. Sekolah berfungsi mentransmisi dan mentransformasi kebudayaan, mengajarkan nilai-nilai kebudayaan dari generasi tua ke generasi muda. Sekolah berfungsi mentransformasi budaya, artinya untuk mengubah bentuk kebudayaan agar tetap sesuai dengan masyarakat yang semakin maju dan komplek dengan tidak meninggalkan kultur kebudayaan kita. Sekolah berfungsi menempa ketrampilan sosial siswa. Oleh karena itu nilai-nilai luhur yang telah diwariskan oleh generasi tua ke generasi muda tidak boleh ditinggalkan, maka sekolah mempunyai peranan besar dalam menjaga eksistensi nilai-nilai luhur tersebut. Sebab dalam kurun waktu yang bersamaan sekolah dituntut untuk menjawab tantangan kemajuan teknologi serta komunikasi global yang semakin canggih dan kompleks. Sekali lagi diperlukan sebuah ketrampilan sosial bagi siswa dalam menghadapi hidupnya tidak hanya kemampuan kognitif siswa. Pada saat ini, media massa yang serba canggih, dan didukung oleh kemajuan teknologi yang sangat pesat, merupakan nara sumber informasi yang lebih sarat bagi anak dibandingkan informasi yang diperoleh dari orang tua atau gurunya. Melalui acara televisi dari berbagai saluran, video, parabola bahkan sekarang permainan-permainan (game) dapat dengan mudah diapload melalui internet, maka masuknya informasi kepada anak sulit dibendung dan dibatasi. Salah satu cara untuk dapat menghindari dampak negatif dari berbagai informasi tersebut adalah dengan menanamkan nilai-nilai moral secara lebih intensif dan efektif (Otib Satibi Hidayat, 2008). Pada usia anak – anak sekolah dasar guru masih mempunyai peran yang sangat vital dan sebagai tokoh sentral dalam dunia pendidikannya.Berkaitan dengan perannya, guru/pendamping anak usia dini, harus mampu bersikap lebih terbuka dalam memberi informasi dan menanggapi pertanyaan-pertanyaan anak yang serba vulgar (transparan). Sebagai contoh orang tua dulu merasa tidak etis jika pada saat dinasihati oleh orang tua/ guru, mereka menjawab atau membantahnya atau seorang anak mengatakan kepada gurunya, Pak, sepatumu jebol, ganti apoo, pak, masak gak duwe duwek kanggo tuku!. Contoh perilaku anak tersebut, perlu diterima dengan lapang dada, karena yang diucapkan itu menurut mereka benar, apa adanya, mereka jujur, tidak mengada-ngada, namun untuk pendengaran guru, hal itu dirasakan kurang sopan. Dengan demikian kita sebagai pendidik dapat mencerna apa yang dipikirkan anak sehingga ia bersikap demikian, dan jika perilaku anak tersebut menurut norma yang berlaku tidak sesuai bisa diarahkan dan dibimbing dengan lebih baik. Sebagai contoh, jika berbicara dengan orang tua, menurut adat Jawa menggunakan bahasa kromo inggil (bahasa jawa halus), jangan ngoko (kasar) seperti berbicara pada temannya, atau sekalian menggunakan bahasa Indonesia itu lebih baik dan lebih sopan. Seorang anak dilahirkan dan dibesarkan dalam suatu lingkungan social-budaya tertentu, yaitu keluarga. Orang tua sebagai pewaris nilai budaya menetukan nilai-nilai, sikap, bahkan berbagai corak perilaku anak, walaupun pada akhirnya corak dan perilaku tersebut bergantung pula pada proses di dalam kejiwaan anak itu sendiri. Keluarga juga disebut sebagai lembaga pendidikan, karena di dalam keluarga anak mulai dididik tentang etika, moral, untuk selanjutnya akan membawa individu pada pergaulan yang lebih luas. Berkaitan dengan pendidikan pada anak usia dasar, maka kearifan local yang tercermin pada perilaku budaya kita, perlu ditumbuhkan melalui pengenalan budaya setempat, yang menganut nilai-nilai kesopanan, kebersamaan, gotong royong, saling menolong sesama, tenggang rasa. Dengan demikian produk kebudayaan yang mencerminkan kearifan local bisa berwujud perilaku.yang sesuai dengan norma agama, dan norma social. Selanjutnya pengenalan terhadap budaya setempat pada anak usia dini di lembaga pendidikan prasekolah bisa melalui pendidikan nilai. Guru sebagai pendamping anak dalam setiap kesempatan berusaha memasukkan nilai dan norma yang dapat mengarahkan anak pada perilaku yang positif. Berdasarkan pengamatan di lapangan, sikap anak tersebut belum sepenuhnya mencerminkan nilai-nilai luhur budaya kita. Sebagai contoh, anak jaman dulu senang bermain gobak sodor, delikan, perang-perangan, dengan riangnya bersama teman-temannya, namun sekarang jarang kita lihat anak bermain seperti itu, mereka lebih senang sendirian duduk berjam-jam di playstation, dengan wajah yang tegang, mereka bermain dan bermain sampai tidak mengenal waktu. Akibatnya mereka kurang interaksi dengan dunia luar, sehingga mereka mengalami kesulitan jika bergaul dengan teman-temannya. Dengan adanya mewujudkan kembali kearifan lokal maka masyarakat Indonesia memiliki keyakinan terhadap adanya Tuhan, ketaatan dan kepercayaan kepada pemimpin menjadi ciri pengaturan kehidupan bersama masyarakat, kemampuan masyarakat dalam berserikat, membentuk forum dan bermusyawarah dalam penyelesaian masalah - masalah kemasyarakatan, solidaritas dan empati yang tinggi sehingga mendorong setiap orang untuk menolong orang lain Nilai – Nilai Kearifan Lokal Dalam Menumbuhkan Ketrampilan Sosial Siswa Kearifan lokal pada anak usia dasar adalah nilai-nilai sikap yang mendasari perilaku anak, yang dilandasi oleh nilai-nilai luhur budaya kita. Nilai-nilai luhur budaya kita dapat dilestarikan dengan jalan mewariskan dari generasi tua ke generasi muda melalui pendidikan, baik itu pendidikan formal, informal, maupun nonformal. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kebudayaan dan pendidikan mempunyai hubungan timbal balik. Sebaliknya bentuk, ciri-ciri dan pelaksanaan pendidikan itu ditentukan oleh kebudayaan masyarakat dimana proses pendidikan itu berlangsung. Kearifan lokal diperlukan untuk terciptanya ketertiban, kedamaian, keadilan, mencegah konflik, kesopanan, kesejahteraan, ilmu pengetahuan, pendidikan, pengembangan sistem nilai, pengembangan kelembagaan, dan perubahan tingkah laku. dan terdapat norma sosial yang menjunjung perdamaian, kebersamaan dan gotong royong. Kearifan lokal apabila diterjemahkan secara bebas dapat diartikan nilai-nilai budaya yang baik yang ada di dalam suatu masyarakat. Hal ini berarti, untuk mengetahui suatu kearifan lokal di suatu wilayah maka kita harus bisa memahami nilai-nilai budaya yang baik yang ada di dalam wilayah tersebut. Ketrampilan sosial sangat dibutuhkan oleh setiap orang sebagai bekal bekerjasama atau bekerja dalam tim ( teamwork). Ketrampilan sosial merupakan hasil dari adanya kejujuran, tanggung jawab, toleransi, empati, beretika, saling percaya, berbagi secara positif, saling menguatkan , dan saling membangun. Lemahnya nasionalisme, maraknya penyimpangan sosial seperti tawuran, korupsi, dan sebagainya merupakan fakta yang disebabkan lemahnya ketrampilann sosial, selaku individu, warga masyarakat dan warga negara. Ketrampilan sosial ini sebagian besar ada dalam nilai – nilai kearifan lokal. Pembelajaran berbasis ketrampilan sosial dengan mengaktualisasikan nilai – nilai kearifan lokal diharapkan dapat menumbuhkan semangat dan motivasi belajar. Belajar tidak didominasi oleh guru sebagai narasumber. Siswa aktiv untuk mencari, menemukan, dan mempresentasikan temuannya di depan kelas. Keadaan ini menumbuhkan rasa percaya diri, mandiri, kompetensi secara sehat, berkomunikasi, mendengar dan bertanya secara proporsional, bekerjasama, kompromi dalam mengambil kesimpulan, saling mendukung, mengembangkan kepemimpinan dan berbagi pengetahuan. Semua itu tidak hanya membekali siswa dari sudut kecerdasan intelektual saja tapi juga dapat mengembangkan kecerdasan spiritual ( tanggung jawab, jujur, disiplin ), emosional, sosial, dan kinestetis. Semua itu sangat dibutuhkan sebagai sebagai bekal di kehidupan yang akan datang. Guru mempunyai peranan kunci, guru harus menguasai materi, vaariasi metode, media, sumber pembelajaran, dan penilaian alternativ serta komitmen yang tinggi akan pentingnya pembelajaran sebagai suatu proses. Iyep Sepriyan ( http://www.digilib.ui.edu) secara rinci menjelaskan bahwa ketrampilan sosial adalah kemampuan untuk menciptkan hubungan sosial yang serasi dan memuaskan, penyesuaian terhadap lingkungan sosial dan memecahkan masalah sosial yang dihadapi serta mampu mengembangkan aspirasi dan menampilkan diri dengan ciri saling menghargai, mandiri, mengetahui tujuan hidup, disiplin, dan mampu membuat keputusan. Berarti di dalam ketrampilan sosial terkait dengan kemampuan menyesuaikan diri, berkomunikasi, berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat atau sekitarnya karena berkembangnya rasa tanggung jawab. Kepercayaan mampu berpikir kritis dan memecahkan masalah atau menyikapi realita sosial. Jarolimek ( 1993 : 9 ) menyatakan bahwa ketrampilan sosial mencakup ( 1 ) living and working together, taking turns, respecting the rights of other, being socially sensitive. ( 2 ) learning self control and self direction dan ( 3 ) sharing ideas and experiences with others. Begitu pula dengan pengertian lain yang dikemukakan oleh Syamsuddin dan Maryani ( 2008 : 6 ) adalah : Suatu kemampuan atau kecakapan yang tampak dalam tindakan yaitu mampu mencari, memilah dan mengolah informasi, mampu mempelajari hal – hal baru untuk memcahkan masalah sehari – hari, memiliki ketrampilan berkomunikasi baik lisan maupun tulisan, saling menghargai, berbagi secara positif, dan mampu bekerjasama dengan orang lain yang majemuk, mampu mentransformasikan kemampuan akademik dan beradaptasi dengan perkembangan masyarakat global Nilai – nilai lokal masyarakat Indonesia seperti gotong royong, empati terhadap sesama, tepa selira, kerjasama, tanggap terhadap kesusahan orang lain , saling menghargai, menjunjung tinggi nama baik orang tua merupakan hal pokok yang harus dimiliki anak . Anak didik nantinya akan terjun di dunia masyarakat yang penuh dengan beragam permasalahan sosial yang ada. Jika mereka sudah mempunyai bekal berupa ketrampilan sosial yang banyak memuat nilai – nilai kearifan lokal melalui pendidikan, maka anak didik tidak akan kesulitan menghadapi berbagai persoalan hidupnya sendiri dan persoalan – persoalan lain yang ada di masyarakat. Mereka akan mempunyai manajemen konflik yang baik dalam dirinya. Kehidupan bermasyarakat akan harmonis jika tiap anggota masyarakat menghayati, memahami, dan melaksanakan berbagai ketrampilan sosial yang ia miliki yang sudah terbiasakan sejak duduk di bangku sekolah. Masalah – masalah sosial di masyarakat bisa tereduksi dengan sendirinya ketika masing – masing anggota masyarakat menyadarinya akan perannya masing – masing ( tari )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar